Polemik Mahkota Burung Cendrawasih Jadi Souvenir PON XX Papua

Advertisement

Baru ini telah ramai atas penolakan Burung Cendrawasih sebagai souvenir PON XX Papua. Burung tersebut harus dilindungi dan tidak diperdagangkan!

Burung Cendrawasih. Foto via made-blog.com

Secara hukum tertulis, Pemerintah Provinsi Papua telah mengeluarkan surat edaran Nomor 660.1/6501/SET tanggal 5 Juni 2017 tentang Larangan Penggunaan Burung Cendrawasih Sebagai Aksesories dan Cideramata. Namun dalam surat edaran ini masih diperbolehkan penggunaan burung Cendrawasih asli dalam setiap proses adat istiadat yang bersifat sakral.

Pada tradisi suku Papua, mahkota mahkota burung cendrawasih selama ini hanya boleh dikenakan oleh tokoh adat seperti ondoafi untuk daerah disekitar pesisir pantai atau kepala suku untuk daerah pegunungan. Dan hanya diperbolehkan dipakai pada saat ritual adat yang sakral saja.

Profesor Antropologi dari Max Planck Institute For Ornithology Jerman, Mr. Wulf Schiefenhovel mengatakan bahwaburung Cendrawasih harus dilindungi dan tidak diperjual belikan. Namun dalam kesakralan burung cendrawasih yang disebutkan dalam surat edaran Pemprov Papua, Wulf mengatakan burung cendrawasih berdasarkan penelitiannya sejak tahun 1974 hingga saat ini, dalam konteks budaya Papua tidak sepenuhnya sakral.

Sebagai contoh dalam pesta adat di daerah pegunungan Papua, Burung Cendrawasih difungsikan sebagai hiasan tradisional, demonstrasi kecantikan, kekayaan, juga politik tradisional dan sebagainya. Dan beberapa suku tertentu, burung cendrawasih merupakan bagian dalam pemberian mas kawin. Hal ini bukanlah bagian dari proses sakral, tetapi lebih pada transaksi non keagamaan atau hanya sekedar konteks sosial.

Burung Cendrawasih adalah fauna endemik Papua, Papua Nugini, dan Australia bagian utara. Lebih uniknya burung cendrawasih dijadikan lambang negara dan bendera nasional oleh negara Papua Nugini.

Perhelatan PON XX Papua, burung cendrawasih sangat tidak diperkenankan untuk sambutan tamu PON di bandara Sentani. Dan Tidak diperbolehkan burung tersebut dijadikan souvenir maupun oleh-oleh. Baik itu dalam bentuk awetan maupun bentuk burung hidup. Masih banyak oleh oleh PON XX Papua lainnya, seperti tas noken yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia.

Advertisement
Tags
berita kontroversial Berita Nusantara Berita terbaru
Share