Tradisi Ramadan dan Idul Fitri ala Jawa, Yuk Simak Uniknya

Advertisement

Ramadan jadi momen paling ditunggu umat Muslim di seluruh penjuru. Hal tersebut memicu munculnya beragam kebiasaan unik menjelang, selama, dan setelah Bulan Suci. Berikut adalah serba-serbi tradisi Ramadan dan Idul Fitri ala Jawa. Yuk, kita simak bersama Teman Traveler.

Megengan

Nasi tumpeng untuk merayakan megengan (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Megengan dalam Bahasa Jawa berarti menahan. Tradisi ini biasanya dilakukan untuk menyambut datangnya Ramadan, bulan di mana umat Islam harus menahan hawa nafsu dari berbagai hal.

Dalam Megengang, masyarakat umumnya akan melakukan masak besar untuk upacara syukuran. Mereka bakal mengundang tetangga sekitar atau berkumpul bersama di masjid. Di beberapa daerah, gelaran ini juga disertai acara pengajian atau pertunjukan seni.

Kue khas megengan, kue apem (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Selain menyambut Ramadan, syukuran juga dilakukan untuk mendoakan keselamatan dan kemakmuran desa, serta saudara maupun sanak keluarga yang telah tiada.

Uniknya, tradisi ini wajib menyertakan kue apem sebagai pendamping hidangan utama. Menurut beberapa sumber, istilah ‘apem’ berasal dari Bahasa Arab ‘afwan’ yang artinya maaf. Tak heran jika Megengan juga kerap diartikan sebagai lambang permintaan maaf sebelum memasuki Ramadan.

Nyekar atau Ziarah Kubur

Ziarah kubur, mendoakan serta membersihkan makam (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Selain megengan, masyarakat muslim Jawa juga melakukan tradisi nyekar sebelum Ramadan. Tujuannya untuk mendoakan orang tua atau saudara yang sudah meninggal dunia. Kebiasaan ini sudah sejak zaman
Wali Songo. Momentum biasanya juga dimanfaatkan untuk membersihkan makam dan menaburkan bunga.

Nyekar juga lazim dilakukan usai sholat Idul Fitri. Tujuannya sebagai pengingat akan kematian. Ibadah puasa sendiri merupakan proses pensucian jiwa dan Idul Fitri adalah momen saling memaafkan. Ziarah kubur dipercaya sebagai penyempurna spiritual usai bulan suci berakhir.

Ater-Ater Makanan

Paket makanan untuk tradisi ater-ater (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Masyarakat Jawa juga tak ingin ketinggalan meraih berkah sebanyak-banyaknya di bulan Ramadan. Hal tersebut diwujudkan lewat tradisi ater-ater atau ‘mengantar’ dalam Bahasa Indonesia. Di sini masyarakat akan menyiapkan paket makanan untuk orang kurang mampu atau saudara yang lebih tua.

Tradisi ini dilakukan sebagai ucapan rasa syukur dan upaya menjalin tali silaturahmi. Makanan umumnya akan dibagikan sore hari. Tujuannya tak lain agar sajian tersebut bisa dimanfaatkan sang penerima untuk berbuka.

Paket makanan tersebut biasanya dikemas dalam rantang, wadah foam, atau kotak kardus. Menunya cukup bervariasi, disiapkan dengan cermat oleh para ibu-ibu. Anggota keluarga paling muda lantas ditunjuk untuk mengantarkannya ke rumah-rumah. Biasanya sang pengantar akan mendapat imbalan uang saku.

Khataman Al-Quran

Kegiatan khatam Al Quran di masjid (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Tadarus Al-Quran jadi kebiasaan umat muslim saat Ramadan, terutama di malam ganjil terakhir usai sholat Tarawih. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh semua jamaah, dengan waktu berbeda antara jamaah laki-laki dan perempuan.

Masing-masing akan membaca Al-Quran secara bergantian, sementara lainnya menyimak dengan khusyuk. Selain bertujuan menjemput Lailatul Qadr, khataman juga merupakan bentuk syukur atas pencapaian ibadah di Bulan Suci.

Kenduri Usai Sholat Ied

Salah satu menu untuk syukuran hari raya. Selain nasi juga bisa berupa buah – buahan / (c) Dwi wahyu intani

Menjelang lebaran juga dilakukan kenduri sebagai syukuran Hari Raya. Biasanya digelar di hari terakhir Ramadan atau pasca sholat Idul Fitri. Beragam hidangan lezat akan dibawa ke masjid dan dibagikan pada semua yang hadir.

Nilai positif tradisi ini adalah meningkatkan kerukunan antar warga. Selain itu juga membuat suasana Idul Fitri terasa semakin meriah.

Sungkeman dan Silaturahmi

Sungkem pada orang tua (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Sungkeman adalah ritual memohon maaf dengan segala kerendahan hati pada orang tua atau sosok yang lebih senior di keluarga. Tradisi ini memiliki makna mendalam, seperti penghormatan, penyadaran diri akan kebaikan, dan bertujuan membuat hati menjadi damaian.

Sungkeman biasanya dilakukan pada keluarga terdekat lebih dulu, sebelum ke sanak saudara lainnya. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan tradisi silaturahmi, keliling mengunjungi saudara lebih tua.

Pembagian THR

Amplop untuk membungkus THR (c) Dwi Wahyu Intani/Travelingyuk

Hal paling ditunggu saat Hari Raya adalah pembagian uang saku atau THR. Sebagian masyarakat Jawa menyebutnya sebagai ‘bagi -bagi sangu‘ atau ‘salam tempel’. Mereka yang berhak menerima biasanya adalah saudara yang masih berusia muda atau belum punya penghasilan. Nominalnya bervariasi, semakin dewasa tentu makin banyak jumlahnya.

Uang yang dibagikan biasanya dibungkus amplop kecil dan berupa lembaran baru. Pembagian THR ini melambangkan ucapkan syukur dan berbagi rezeki di Bulan Suci. Biasanya hal ini sangat dinantikan, terutama oleh para anak kecil.

Itulah serba-serbi tradisi Ramadan dan Idul Fitri ala Jawa. Ada banyak hal menarik yang wajib kita lestarikan bersama. Ngomong-ngomong, mana nih yang pernah Teman Traveler lakukan?

Advertisement
Tags
kontributor Ramadan Travelingyuk
Share